I.
Fase persiapan
a.
Suasana pemeriksaan:
Dalam
pengambilan test Rorschah, yang penting adalah “rapport” yang baik antara
subyek dan pemeriksa. Hubungan ini dapat dicapai setelah mengadakan percakapan
dimana lambat laun subyek menaruh kepercayaan dan membuka diri pada pemeriksa.
Yang terjadi adalah hubungan antara subjek dan pemeriksa, pemeriksa tidak
memandang subyek hanya sebagai suatu obyek pemeriksa saja. Oleh karena itu,
sebaiknya test Rorschah tidak diambil sebagai test yang pertama. Pemeriksa
harus sadar akan kondisi subyek, misalnya apakah subyek tegang dan merasa
bermusuhan terhadap pemeriksa. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi subyek
terhadap gambar-gambar Rorschah.
b.
Cara duduk:
Ada
dua cara duduk :
1.
Pemeriksa duduk disamping subjek atau agak kebelakang subyek.
Dengan cara ini subyek dan pemeriksa bersama-sama dapat melihat gambar.
Keuntungannya adalah subyek tidak dapat melihat hal-hal yang dicatat oleh
pemeriksa.
2.
Cara ke-2 adalah cara yang lazim dilakukan, yaitu subyek dan
pemeriksa saling berhadap-hadapan.
c.
Alat-alat yang penting untuk mengambil test Rorschah adalah :
1.
Kesepuluh gambar Rorschach yang disusun terbalik dalam arti
gambar mengahadap meja.
2.
Formulir lokalisasi
3.
Formulir jawaban
4.
Stopwatch
5.
Psikogram
d.
Instruksi :
Dalam
memberikan instruksi terdapaat beberapa variasi, tergantung pada pengalaman
pemeriksaan dan disesuaikan dengan keadaan subyek.
Cara
mengatakan instruksi dapat bermacam-macam, tetapi isinya harus sama, yaitu :
-
Bahwa subyek akan diperlihatkan 10 gambar percikan tinta.
Sepuluh kartu tersebut dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1)
Akromatik, mempunyai warna hitam, putih, dan abu-abu. Yaitu
kartu nomer 1, 4, 5, 6, dan 7
2)
Kromatik, memiliki aneka warna yang lain, misalnya merah,
biru, hijau, dan sebagainya. Yaitu kartu 2,3, 8, 9, 10.
-
Subyek hendaknya mengatakan apa yang dilihat dan apa yang
difikirkan dalam melihat gambar-gambar tersebut.
-
Jawaban-jawaban yang diberikan secara bebas, tetapi setiap
waktunya dicatat.
Ada kalanya pemeriksa harus
menjelaskan cara pembuatan gambar-gambar rorschah dan bahwa setiap orang dapat
melihat bermacam-macam hal dalam setiap gambar.
Apabila banyak bertanya
tentang bebrapa jawaban yang harus diberikan, maka pemeriksa harus menjawab : “
itu terserah saudara”.
Bila subyek pada
gambar-gambar pertama hanya memberikan satu jawaban, pemeriksa
dapat bertanya “apa lagi” atau “ beberapa orang dapat melihat dari satu hal
dalam gambar, mungkin saudara juga dapat melihat dari satu “.
Kadang-kadang subyek ingin
mengetahui apakah jawabnya benar atau salah. Dalam hal ini pemeriksa harus
meyakinkan bahwa tidak ada jawaban yang benar maupun yang salah.
II.
Fase performance proper
Dalam fase ini subyek diberi kesempatan untuk memproduksi
jawaban-jawaban secara spontan, tanpa bimbingan atau tekanan pemeriksa.
a.
Penyajian gambar-gambar
Kesepuluh
gambar-gambar harus diletakan secara berurutan sehingga gambar I terletak
diatas dan gambar X terletak dibawah sendiri.
Setiap
gambar diperlihatkan pada subyek dalam posisi tegak. Sebaliknya subyek diminta
untuk memegang gambar sampai ia selesai memberi jawaban.
b.
Item yang dicatat selama performance proper :
1)
Jawaban-jawaban : Jawaban subyek harus dicatat selengkap
mungkin, kata demi kata, tepat seperti apa yang dikatakan oleh subyek.
2)
Faktor waktu:
Ada
3 jenis waktu yang harus dicatat
a.
Waktu reaksi, yaitu waktu antara pemberian gambar dan jawaban
yang pertama yang diberikan oleh subyek.
b.
Total response time, yaitu lamanya waktu yang dipergunakan
untuk menyelesaikan performance proper.
c.
Total response time per card, yaitu waktu yang digunakan
untuk menyelesaikan gambar.
Apabila subyek menyimpang
dari jawabannya dan melanjutkan dengan percakapan biasa, maka harus diadakan
“time-out” untuk interupsi ini.
3)
Posisi gambar :
Yang
dicatat adalah posisi gambar yag dipegang subyek pada waktu memberi jawaban.
Pada
umumnya digunakan tanda : ^, <, v, dan >. Sudut yang digambar merupakan
bagian atas. Apabila gambar diputar-putar maka gunakan tanda @.
III.
Fase Inquiry
Fungsi utama dalam inquiry adalah untuk memperoleh keterangan
subjek dari bagaimana dia sampai pada setiap konsep atau jawaban. Keterangan
ini penting agar “scoring” dapat dilakukan dengan baik atau tepat.
Jawaban-jawaban yang sudah jelas dan dapat diskor, tidak memerlukan inqury.
Fungsi kedua adalah memberi
kesempatan pada subyek untuk melengkapi jawaban-jawabannya.
Jadi inquiry harus dapat menerangkan
aspek-aspek dari setiap jawaban yang diperlukan untuk scoring, yaitu lokasi
dari gambar, determinan yang
dipergunakan, dan isi. Dalam fase inquiry dapat timbul pula jawaban-jawaban
yang baru.
Cara
melakukan inquiry :
Dalam melakukan inquiry, pemeriksa
harus ingat atau memperhatikan, agar subyek tidak merasa bahwa
jawaban-jawabannya ditentang dan jangan sampai subyek mengerti apa yang ingin
diketahui oleh pemeriksa. Setelah subyek memberi jawaban pada ke-10 gambar,
pemeriksa dapat berkata: “ Nah, saudara sudah melihat dan memberikan jawaban
pada semua gambar. Sekarang marilah perdalam bersama-sama jawaban saudara agar
saya dapat lebih mengerti”.
Bila
subyek memerlukan penjelasan lagi, dapat dilanjutkan:” jawaban-jawaban saudara
amat menarik, dan saya ingin mengetahui apa yang menyebabkan saudara memberi
jawaban tersebut”.
Subyek
yang menolak (tidak memberi jawaban) atau hanya memberi 1 jawaban saja, dapat
mempergunakan fase inquiry sebagai suatu kesempatan untuk memberikan atau
menambah jawaban-jawabannya.
a)
Inquiry untuk lokalisasi
Pada umumnya inquiry pertama-tama ditunjukan menentukan
lokalisasi dari setiap jawaban.
Pertanyaan
yang biasanya diajukan adalah :
“
pada bagian mana saudara melihat ..... (konsepnya)?” atau “ Tunjukan .....”.
Apabila
dengan pertanyaan ini masih belum diperoleh kejelasan mengenai lokalisasi yang
dimaksud oleh subyek, maka dapat digunakan cara-cara lain :
1.
Pemeriksa dapat meminta agar subyek dapat menunjukan outline
dari lokalisasi yang dimaksud dengan jarinya.
2.
Subyek diminta menunjukan lokalisasinya pada formulir
lokalisasi.
3.
Subyek diminta untuk menjiplak gambar Ro dan menggambar
lokalisasinya.
4.
Subyek diminta untuk menggambarkan konsepnya.
b)
Inquiry untuk determinan
Keterangan mengenai determinan yang dipergunakan subyek dalam
membentuk konsepnya lebih sukar daripada memperoleh keterangan mengenai
lokalisasi. Kesukarannya terletak pada bagaimana pemeriksa mengajukan
pertanyaan. Misalnya, pemeriksa jangan sampai mempergunakan “warna” atau
“action”, sebelum subyek sendiri mengatakannya. Subyek dapat terpengaruh atau
memperoleh sugesti.
Inquiry
untuk determinan dapat dibagi atas inquiry untuk menentukan :
a)
Bentuk (Form)
Pada konsep-konsep dengan bentuk yang jelas masih harus
diperhatikan mengenai kualitasnya. Misalnya pada gambar V subyek menjawab
“kelelawar”. Pertanyaan yang baik adalah : “dapatkah saudara melukiskan
kelelawar tersebut?” atau “ manakah kepala kelelawar tersebut?” . Sebagai jawaban subyek akan
menunjukan kepala, secara spontan akan menunjukan sayap, kaki, dan sebagainya.
b)
Gerakan (Movement)
Janganlah mengajukan pertanyaan langsung, seperti :” Apa yang
sedang anda kerjakan?” atau “ apakah orang ini sedang bertepuk tangan”. Lebih
baik mengajukan pertanyaan umum semacam ini : “bagaimana saudara melihat
binatang-binatang ini?”
Apabila
tidak timbul jawaban yang mengandung gerakan, maka tidak diskor sebagai
“movement”.
c)
Shading
Dapat
diajukan pertanyaan seperti pada inquiry untuk warna, bentuk, atau movement.
Subyek
harus menjelaskan bahwa yang menentukan timbulnya konsep adalah adanya
perbedaan antara terang dan gelap.
Dalam
scoring shading, harus hati-hati dalam menentukan apakah suatu jawaban discore
Fc atau cF. Kadang-kadang sukar menentukan apakah suatu jawaban discore Fc atau
Fk. Dalam hal ini diperlukan inquiry yang teliti.
d)
Content
Inquiry untuk content biasanya tidak perlu, karena pada
umumnya sudah jelas. Bila subyek menjawab: “suatu bentuk” (figures), maka
pemeriksa harus bertanya apakah bentuk manusia atau hewan. Bila manusia
dinyatakan selanjutnya apakah perempuan atau laki-laki. Dalam hal ini dapat
diajukan pertanyaan langsung, seperti : “apakah kelihatannya seperti laki-laki
atau wanita?”
Dalam melakuakn inquiry pemeriksa harus
berhati-hati. Jangan sampai bertanya terlalu banyak. Karena terlalu memaksa
atau menekan seseorang untuk menentukan determinan dapat merusak protokol
Rorschach.
IV.
Fase Testing The Limits
Tujuan menggunakan “testing
the limits” adalah untuk mengetahui apakah subyek dapat atau tidak :
a.
Melihat konsep-konsep yang spesifik.
b.
Mempergunakan lokalisasi atau determinan tertentu yang tidak
dipergunakannya dalam jawaban-jawaban yang spontan.
Keterangan-keterangan yang diperoleh dari testing the limits
biasanya tidak dapat dipergunakan untuk skoring. Hal ini karena berubahnya
situasi tes, yaitu subyek tidak lagi bebas mengekpresikan dirinya akibat
diberikan sugesti-sugesti langsung.
Testing
the limits dilakukan bila :
a.
Protokol terlalu sempit
Misalnya jawaban-jawaban itu terlalu mengelompokan pada satu
jawaban saja. Dalam hal ini dapat diberi sugesti dengan kata-kata: biasanya masih bisa dilihat hal-hal lain”.
b.
Jawaban yang populer sama sekali tidak ada
Dalam hal ini dapat ditanyakan misalnya : “Apakah saudara
masih dapat melihat hal-hal lain lain?”. Kalau subyek belum juga memberikan
jawaban yang populer, maka dapat dikatakan: “ apakah bagian yang hitam ini
tidak mengesankan sesuatu pada saudara?”
Prosedur lainnya, meletakan seluruh gambar dan mengatakan :
“Diantara gambar-gambar ini ada yang dilihat oleh beberapa orang sebagai gambar
orang. Menurut saudara bagaimana?” ini untuk mengetahui sampai seberapa jauh
subjek dapat distimulasi.
c.
Bila hanya ada satu jawaban warna saja
Dalam hal ini prosedur seperti biasa dan merangsang subjek
dengan pertanyaan: “”Apakah saudara dapat memberi jawaban dimana warna memegang
peranan?”
Bila
dalam suatu protokol sama sekali tidak ada jawaban warna, maka subjek diminta
membagi kesepuluh gambar dalam dua tumpukan, dengan instruksi bahwa tumpukan
mempunyai sifat yang sama.
Kalau
dengan jalan ini subjek belum menaruh perhatian dengan warna, pemeriksa membagi
gambar dalam 2 tumpukan, lima kromis dan 5 akromis. Kemudian tanyakan pada
subjek berdasarkan apa penggolongan tersebut dilakukan.
Bila
cara ini gagal juga, pemeriksa boleh menunjukan warna dan bagaimana reaksi
subjek.
d.
Tidak ada jawaban W atau D
Bila
dalam protokol hanya ada jawaban-jawaban W (whole) maka dapat ditanyakan:
“apakah dalam melihat gambar, saudara mengira harus memberikan jawaban secara
keseluruhan saja?”
Hal
yang sama dilakukan apabila dalam protokol semua jawaban adalah D (Detail).
e.
Tidak ada jawaban M (Movement)
Tidak
ada jawaban yang bersifat gerakan manusia. Bila dalam gambar III tidak ada M,
pada inquiry juga tidak, maka dalam “testing the limits” dapat diajukan
pertanyaan: “apakah saudara dapat menceritakan sesuatu mengenai orang itu?”
atau “ apa yang dilakukan oleh 2 orang itu?”