Pada
tahun 1942 Viktor Emil Frankl masuk kedalam dunia pembunuhan yang teratur dan
efisien yang menghabiskan nyawa 6 juta kawan-kawannya. Frankl menjadi tawanan
di kamp konsentrasi Jerman dari tahun 1942 sampai 1945, dimana orang tuanya,
saudara laki-lakinya, istri dan anak-anaknya dibunuh dalam pembasmian secara
besar-besaran. Pengalaman mengerikan di kamp konsentrasi tidak akan pernah
hilang dari ingatannya, tetapi dia diperkuat oleh kepercayaan terhadap
kapasitas manusia untuk menemukan arti dan maksud dalam kehidupan dalam
menghadapi penderitaan yang luar biasa, meskipun dalam ambang kematian.
Teori
dan terapi Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp
konsentrasi Nazi. Dia begitu banyak menyaksikan orang yang berhasil dan gagal
memperoleh kesempatan untuk bertahan hidup, selama berada didalam tahanan. Dia
menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa bersatu dengan orang-orang
yang dicintai, mereka yang merasa punya sesuatu yang perlu dituntaskan dimasa depan,
mereka yang punya keyakinan kuat, ternyata masih punya kesempatan lebih banyak
daripada mereka yang kehilangan harapan.
Di
kamp konsentrasi yang dibangun oleh Nazi, Frankl banyak belajar tentang makna
hidup dan lebih spesifik lagi makna penderitaan. Frankl kembali dari kamp-kamp
dengan pengetahuan yang lahir dari pengalaman yang merupakan sumber langsung
dimana manusia dalam beberapa situasi memiliki pilihan atas
tindakan-tindakannya, mampu mempertahankan meskipun dalam saat-saat yang sangat
gelap, suatu sisa kebebasan spiritual, suatu potongan kebebasan.
Dari
pengalaman hidupnya, Frankl belajar bahwa manusia dapat kehilangan segala
sesuatu yang dihargainya kecuali kebebasan manusia yang sangat fundamental :
kebebasan untuk memilih suatu sikap atau cara bereaksi terhadap nasib kita,
kebebasan untuk memilih cara kita dalam menerima nasib. Manusia dapat menyimpan
kekuatan terakhir untuk memutuskan hasil dari eksistensi. Dalam eksistensi
manusia, bukan semata-mata nasib yang menantikan kita tetapi cara bagaimana
kita menerima nasib itu. Dan frankl percaya bahwa arti dapat ditemukan dalam
semua situasi, termasuk penderitaan dan kematian. Hidup adalah menderita,
tetapi untuk menderita, tetapi untuk menemukan suatu arti dalam penderitaan
seseorang ialah tetap hidup. Tanpa penderitaan dan kematian, kehidupan manusia
belum bisa dikatakan sempurna. Frankl menyatakan tentag pentingnya kemauan akan
arti untuk eksistensi manusia dalam suatu sistem yang dinamakan logotherapy yang kemudian menjadi model
psikoterapinya.