PROSES TERAPI BERMAIN
Seorang
terapis harus dapat melakukan terapi bermain dengan berinteraksi dengan anak
Gumaer (dalam Dwijandono, 2005:335).
Interaksi ini berfokus pada komunikasi antara anak dengan terapis. Ketika
simbol yang disampaikan dan komunikasi verbal anak didengar dan dimengerti oleh
terapis maka anak dapat bebas mengeksplorasi pikiran, perasaan, dan tingkah
laku (Dwijandono, 2005:336).
Dalam ruangan bermain yang aman anak dapat menciptakan kembali situasi yang
mengancam dalam kehidupan nyata, hal ini memberi kesempatan kepada anak untuk
bermain di luar perasaan sadar atau tidak sadar. Proses ini membiarkan perasaan
tidak menyenangkan hilang dan anak
mencoba untuk mengatasinya. Anak dapat menemukan cara alternatif, cara berpikir
dan bertingkah laku sehingga mereka dapat memecahkan masalah atau mengembangkan
strategi yang lebih efektif untuk menghadapi masalah-masalah yang tidak dapat
dipecahkan.
Dwijandono,
(2005:336) terdapat lima tahapan dalam proses terapi
bermain yang meliputi 5 terapi R yaitu :
o relating
(berhubungan) dengan terapis, berbicara
sambil bermain.
o releasing (melegakan)
perasaan, menggunakan permainan untuk melepaskan dan mengurangi ketegangan
melalui katarsis.
o re-creating
(menciptakan) kembali kejadian yang mengacau pikiran dan perasaan dihidupkan
kembali melalui permainan.
o reexperiencing
(mengalami kembali) anak dibantu untuk menghubungkan kejadian-kejadian masa
lalu dengan perasaan dan tingkah laku sekarang.
o resolving (memecahkan)
masalah dan konflik dengan mempraktikkan tingkah laku atau cara baru dalam
bermain.
Lima
pendekatan terpadu ini berdasarkan psiko-dinamika yang berkembang dengan baik,
hubungan, dan mengembangkan pendekatan untuk terapi bermain. Anak-anak
merupakan individu yang unik, beberapa anak mungkin mengkombinasikan beberapa
tahapan, menghilangkan salah satu atau menghentikan tahap penting dalam proses
terapi (Dwijandono, 2005:338-342).
1. Relating
(berhubungan)
Terapis harus mengenal
kebutuhan akan hubungan dan penerimaan yang hangat dengan anak, anak-anak bebas
untuk diri mereka sendiri. Mereka dapat mengekspresikan perasaan mereka, bukan
karena positif atau negatif perasaan mereka untuk dihargai. Ketika anak-anak
merasa diterima dan dipahami mereka selalu menyatakan sesuatu lebih terhadap
diri mereka sendiri, dan ekspresi ini dapat membatu terapis untuk meninjau
perspektif keunikan anak. Ketika hubungan ini berjalan dengan lancar dan terapis
telah memahami kondisi anak, terapis dapat mulai mengembangkan empati kepada
anak. Terapis dapat lebih memahami apa yang anak rasakan, anak menceritakan
pengalaman hidupnya yang unik, empati ini akan memudahkan pikirannya (Egan,
1994). Terapi bermain harus dapat
menciptakan suatu pengalaman yang membantu anak untuk menghubungkan pikiran dan
perasaan terhadap tingkah lakunya sekarang.
2. Releasing (melegakan)
Anak dapat
mengekspresikan pikiran dan emosinya yang selama ini ia sembunyikan, beberapa
anak dapat membuat seorang manusia dari tanah liat dan secara garang memukul,
merobeknya menjadi beberapa bagian. Kegiatan ini merupakan cara anak untuk
melepaskan emosinya mengekspresikan perasaan mereka melalui bermain. Terapiutik
ini dapat berupa katarsis, karena katarsis dapat memungkinkan anak untuk
mengurangi ketegangan.
Pada tahap ini anak dapat
mengungkapkan emosi dan melepaskan ketegangannya dengan bermain, namun mereka
belum menghubungkan perasaan kekacauan dengan masalah atau konflik yang
dihadapi saat ini. Terapis hanya fokus pada komunikasi verbal dan simbolik anak
serta respon perasaan yang diutarakan anak.
3. Re-creating
(menciptakan)
Setelah anak merasa
nyaman untuk mengeksplorasi kejadian-kejadian yang signifikan dalam hidupnya
yang menyebabkan kekacauan perasaan dan emosi. Pada tahap ini anak dapat
menciptakan kembali kejadian-kejadian yang sudah berlalu, sekarang, dan
pengalaman-pengalan perasaan yang tidak menyenangkan yang tercetus dalam
bermain. Saat yang tepat untuk merespon adalah dengan menyatakan kembali apa
yang sudah anak sampaikan setelah itu terapis dapat menjelaskan respon dan
memusatkan pada pesan yang disampaikan.
4. Reexperiencing
(mengalami kembali)
Anak dapat mengembangkan
pengertian dari kejadian-kejadian masa lalu dan menghubungkan pengertian itu
dengan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya saat ini. Terapis yang
mengkomunikasikan empati dapat membantu anak mengerti dan mengasimilasikan
pengalaman-pengalaman yang menyakitkan. Keuntungan dari hubungan antara terapis
dan anak memungkinkan anak untuk mengekspresikan pikiran, perasaan dan tingkah
laku yang dapat dihubungkan dengan persepsi pengalaman hidup anak pada
masalalunya yang unik.
5. Resolving (memecahkan)
Di tahap ini anak
dapat bertindak pada pengertian bahwa dia mempunyai masalah dan eksperimen
dengan berbagai pemecahan. Anak dapat mengembangkan ketrampilan penting dalam
menghadapi masalah, anak yang memiliki hubungan baik dengan terapis akan merasa
cukup aman untuk rileks terhadap pertahanan dirinya. Anak dapat bereksperimen
dengan sejumlah pemecahan yang berbeda dan menyimpan semua itu.