Contoh Analisis Jurnal Terapi Gestalt



Dalam jurnal oleh Susanti Dyastuti 

MENGATASI PERILAKU AGRESIF PELAKUBULLYING MELALUI   PENDEKATAN KONSELING GESTALT TEKNIK KURSI KOSONG
Peristiwa bullying juga terjadi di SMP Te-uku Umar Semarang. Berdasarkan wawancara dengan guru BK dan siswa disekolah tersebut , ada dua orang siswa kelas VIII bernama “UB” da “L” yang sering ter-libat kasus di sekolah terkait dengan perilaku kekerasan terhadap teman-temannya. Peristiwa bullying yang dilakukan oleh siswa ini sering kali luput dari pengamatan guru maupun pihak sekolah.  dengan adanya peristiwa bullying semacam ini membuat sebagian siswa merasa bahwa sekolah sudah menjadi tempat yang tidak aman lagi sehingga mereka pun enggan pergi ke sekolah. Oleh karena itu peristiwa bullying menjadi persoalan penting di sekolah-sekolah. Tindakan atau perilaku Bullying ini tentunya akan merugikan banyak pihak, tidak hanya korban bullying, akan tetapi juga bagi pelaku bullying. Para pelaku Bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan anak – anak yang tidak melakukan bullying
Berdasarkan penjelasan diatas, siswa pelaku bullying memiliki kecenderungan agresifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang bukan pelaku bullying . Akibat dari perilaku agresif tersebut akan menghambat perkembangan para pelaku bullying. Apabila perilaku agresif ini terus menerus dipelihara dan tidak mendapatkan penanganan akan menimbulkan dampak negatif bagi para pelaku bullying, di antaranya pelaku Bullying memiliki hubungan yang kurang baik dengan teman ataupun lingkungannya, prestasi akademik yang kurang baik dibandingkan dengan teman-teman lainnya, dan akan berpengaruh terhadap keterampilan dirinya, dengan demikian siswa pun tidak dapat berkembang secara maksimal.
 Berdasarkan rasional diatas, peneliti menggunakan pendekatan konseling gestalt untuk mengatasi masalah ini. Konseling gestalt dipilih karena sasaran utama terapi gestalt menurut Perls (Dalam Corey,2005) adalah pencapaian kesadaraan. Tanpa kesadaran, klien tidak memiliki alat untuk mengubah kepribadiannya. Dengan kesadaran klien bisa memandang suatu masalah secara utuh dan menyeluruh, sehingga klien tidak memandang suatu masalah hanya dari satu sisi saja, namun bisa melihat pada sisi-sisi yang lain, dan bisa memposisikan dirinya dalam posisi top dog maupun under dog. Klien diajarkan berada dalam posisi top dog dan under dog melalui teknik kursi kosong. “Teknik kursi kosong bertujuan untuk membantu mengatasi konflik interpersonal dan intra personal” (Thompshon 2004:191 dalam Gantina 2011). Teknik kursi kosong biasanya digunakan sebagai alat untuk membantu klien dalam memecahkan konflik-konflik interpersonal, seperti kemarahan pada seseorang, merasa diperlakukan tidak adil, dan sebagainya. Menurut Safaria (2005:117) “tujuan pemakaian teknik kursi kosong adalah untuk mengakhiri konflik-konflik dengan jalan memutuskan urusan-urusan yang tidak selesai yang berasal dari masa lampau klien”. Jadi melalui konseling gestalt teknik kursi kosong klien diajarkan untuk mampu berempati, mampu memahami kondisi korbannya serta mampu mengentaskan konflik-konflik di masa lalunya.