Bipolar Menurut Pandangan Psikodinamika



Pict by Psychologytoday.com

Menurut pandangan psikodinamika, gangguan bipolar mewakilli dominansi yang berubah-ubah dari kepribadian individu antara ego dan superego. Dalam fase depresi, superego adalah dominan, memproduksi kesadaran yag berlebihan atas kesalahan-kesalahan dan membanjjiri individu dengan perasaan bersalah dan tidakberhagaan. Setelah beberapa waktu, ego muncul kembali dan mengambil alih supremasi, memproduksi peraasaan girang dan self confidence yang menandai fase manik. Eksibisi ego yang berlebihan yang nantinya akan memicu kembalinya rasa bersalah, sekali lagi menenggelamkan individu kedalam depresi.
Meskipun juga menekankan pentingnya kehilangan, model psikodinamika tebaru lebih berfokus pada isu-isu yang berhubungan dengan perasaan individualakan self-worth atau self-esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing, mempertimbangkan bagaimana orang mengalokasikan proses atensi mereka setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan personal dll)
Menurut perspektif psikodinamik,  gangguan suasana hati disebabkan oleh reaksi terhadap perasaan kehilangan, yang melalui perasaan bawah sadarnya orang tersebut merasa bersalah dan tertinggal. Bemporad mengemukakan, bahwa pada masa kecil anak mulai mengembangkan perasaan ingin dicintai oleh orang lain. Setelah dewasa orang yang depresi cenderung membangun suatu hubungan yang akan banyak memberikan dukungan kepadanya.
 Psikoanalisa menekankan pada penolakan orang tua terhadap anak dan kesalahan dalam memberi penghargaan pada anak-anak akan diteruskan dan dapat menjadi informasi pentng untuk mengetahui sebab dan terapinya bagai penderita. Psikoanalis tradisional dapat menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengungkap dan menghadapi konflik-konflik yang tidak disadari. Pendekaan psikoanalisis modern juga berfokus pada konfli-konflik tidak disadari, namun secara lebih langsung, relatif singkat, dan berfokus pada hubungan yang penuh konflik dimasa kini maupun masa lalu.