Definisi dan Konsep Terapi Meditasi (Meditative Therapy)



Pict by halosehat.com
Definisi dan Konsep Meditasi
1.      Definisi
Istilah meditasi mengacu pada sekelompok latihan untuk membatasi pikiran dan perhatian (Smith dalam Suwandi, 2002). Sementara itu Walsh (dalam Suwandi, 2002) mengungkapkan bahwa meditasi merupakan teknik atau metode latihan yang digunakan untuk melatih perhatian untuk dapat meningkatkan taraf kesadaran, yang selanjutnya dapat meningkatkan membawa proses-proses mental dapat lebih terkontrol secara sadar.
Selain itu Ornstain (dalam Suwandi, 2002) mengungkapkan bahwa esensi meditasi adalah usaha membatasi kesadaran pada satu objek stimulasi yang tidak berubah pada waktu tertentu. Lebih jauh Mupin (dalam Suwandi, 2002) mengemukakan bahwa meditasi merupakan suatu teknik latihan untuk mengembangkan dunia internal atau dunia batin seseorang, sehingga menambah kekayaan makna hidup baginya.
Menurut Abidama (dalam Fudyartanto, 2003) kegiatan meditasi ada dua cara, yaitu meditasi dengan konsentrasi dan metode meditasi dengan sikap netral (metode dengan sikap penuh perhatian) apa saja yang muncul dan hilang dalam arus kesadaran. Sumber untuk mempelajari meditasi tersebut terdapat dalam Visuddhimagga karya Buddhaghosa dan Sayadaw dengan uraian yang sangat bagus. Metode meditasi dengan konsentrasi adalah seseorang yang melakukan meditasi (meditator) berusaha untuk mengarahkan perhatiannya kepada hanya satu objek atau satu titik pusat. Selama mengembangkan meditasi, meditator berusaha melampaui apa yang biasanya kita anggap sebagai batas-batas normal untuk mempertahankan hanya satu objek dalam kesadaran. Setelah berusaha mempertahankan satu pikiran dalam kesadaran, William James (dalam Fudyartanto) menyatakan bahwa: “Mungkin tidak seorangpun dapat secara terus-menerus mempertahankan suatu objek yang tidak berubah”. Dan memang itulah tujuan meditasi.
Berdasarkan beberapa pendapat dari tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa terapi meditasi adalah suatu metode terapi dengan memusatkan perhatian dengan penuh konsentrasi pada suatu obyek tertentu untuk meningkatkan dunia batin.

2.      Konsep Meditasi
Konsentrasi pada faktor sehat mempermudah mencapai konsentrasi yang semakin mendalam. Semakin mendalam konsentrasi, maka jiwa meditator makin stabil, dan faktor-faktor tidak sehat dapat ditekan. Dengan banyak latihan meditasi, seseorang meditator dapat mencapai satu titik di mana hambatan-hambatan terhadap konsentrasi dapat diatasi. Jika hal ini dapat dilakukan , maka saatnya konsentrasi dapat sangat cepat dan jiwa dikuasai oleh sekumpulan faktor sehat yang memusatkan perhatian pada objek meditasi. Adapun faktor-faktor yang mempercepat konsentrasi ialah:
a.       Vicara dan vitakka, artinya perhatian yang diterapkan dan dipertahankan, memusatkan memusatkan perhatian hanya pada satu objek secara terus menerus.
b.      Piti : perasaan-perasaan terpesona.
c.       Viriya : energi, tenaga.
d.      Uphekka : ketenangan hati.

Tujuan setiap orang dalam melakukan meditasi pasti berbeda-beda, namun secara psikologis menurut Walsh (dalam Fudyartanto, 2003) ada dua tujuan akhir dari meditasi, yaitu pertama agar seseorang dapat memiliki perkembangan insight yang paling dalam tentang proses mental di dalam dirinya, insight tentang kesadaran, identitas, dan realitas; kedua agar seseorang memperoleh perkembangan kesejahteraan psikologis dan kesadaran optimal. Selain itu banyak orang melakukan meditasi untuk keperluan sementara seperti tujuan psikoterapi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar mediasi menggunakan pemusatan perhatian dengan penuh konsentrasi pada suatu objek agar seseorang memiliki perkembangan insight yang paling dalam tentang proses mental dalam dirinya, sehingga seseorang memperoleh kesejahteraan psikologis.
Dalam Fudyartanto (2003) membagi dua tingkatan, tingkatan tersebut ialah :
1.      Konsentrasi.
Pada tingkat ini membangun ketenangan hati yang disebut konsentrasi sebagai “ jalan masuk”, keadaan faktor-faktor ini akan berfluktuasi. Dengan konsentrasi terus menerus pada satu objek, fluktuasi akan berubah menjadi stabilitas, dan meditator akan mengalami pemutusan total dengan keadaan normal duniawinya. Maka meditator sampailah pada tingkat Jhana.

2.      Jhana, keadaan di luar kesadaran.
Dalam bebrapa tradisi Buddha dan Hindu disebut samadi. Dalam jhana persepsi-persepsi dan pikiran-pikiran normal berhenti sama sekali. Tingkatan jhana ada beberapa macam yang menggambarkan bahwa tingkatan samadi semakin mendalam pada jhana-jhana berikutnya.
·         Jhana pertama, meditator secara total terarah pada satu objek , sehingga jiwa seperti melebur di dalamnya. Rasa lebur ini dibarengi oleh kebahagiaan, perasaan terpesona, dan lenyapnya semua pikiran dan perasaan lain dari jiwa.
·         Jhana-jhana makin tinggi, perasaan bahagia akan digantikan oleh ketenangan batin yang kuat. Saat keluar dari jhana akan diikuti oleh perasaan senang, di mana faktor tidak sehat akan terhambat dan faktor sehat akan berkuasa.
·         jhana semakin dalam, maka penghilangan faktor jiwa tidak sehat semakin efisien. Jika pengaruh-pengaruh dari jhana menghilang, maka faktor-faktor tidak sehat akan kembali menguasai jiwa meditator. Seperti pada banyak pengalaman di luar kesadaran lainnya, pengaruh-pengaruh dari jhana akan berkurang sehingga jiwa seseorang sekali lagi kembali pada kebiasaan-kebiasaannya yang lama.
Efek fisiologis bagi seseorang yang melakukan meditasi menurut penelitian adalah pada gelombang otak yang direkam dengan EEG (Electro Encepahlo Graph) menunjukkan banyak muncul gelombang alpha, yaitu gelombang otak yang terdapat pada kondisi tubuh rileks. Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Hirai (dalam Suwandi, 2002), perubhan gelombang otak dibagi menjadi empat tahap; (1) dalam lima puluh menit gelombang otak berubah dari betha ke alpha, (2) gelombang otak makin halus, sekitar 50% gelombang alpha muncul pada saat menutup mata, (3) gelombang otak semakin lambat dan halus, (4) gelombang otak menjadi gelombang tetha, gelombang otak yang muncul pada saat tidur atau mimpi.
Sedangkan efek bagi psikologis, menurut berbagai penelitian orang yang melakukan meditasi lebih rendah taraf kecemasannya, kontrol dirinya lebih internal dan aktualisasi dirinya tinggi, dapat meningkatkan percaya diri, kontrol diri, harga diri, empati, efektif bagi orang-orang yang mengalami stress, kecemasan, depresi, phobia, insomnia, dan sebagai terapi untuk menghilangan ketergantungan terhadap obat dan alkohol.
Dalam praktek klinis meditasi dapat digunakan untuk mengatasi rasa sakit. Broto (dalam Suwandi, 2002) menyajikan beberapa penelitian tentang pengaruh meditasi transendental efektif sebagai pengontrol rasa sakit. Pada orang sakit yang melakukan meditasi terlihat penurunan pada imajinasi tubuh yang negatif, penurunan gejala-gejala penyakit yang diderita, menghilangkan hambatan untuk melaksanakan aktivitas karena penyakit, menghilangkan kekacauan suasana hati dan menurunkan penggunaan obat-obatan. Suwandi (2002) menyebutkan penerapan meditasi untuk mengatasi rasa sakit dapat dilihat dari beberapa teori :
a.       Hypnosis theory
Dalam kondisi terhipnosis perhatian seseorang terhadap dirinya (termasuk tubuh) berkurang, bahkan hilang sama sekali. Meditasi dapat dipandang sebagai suatu bentuk self-hypnosis, karena pada saat bermeditasi perhatian sesorang dipusatkan pada objek meditasi (brnda, napas, atau mantara/do’a) sehingga makin lama dia makin tidak merasakan rangsangan yang ada disekitarknya, termasuk rangsangan sakit.
b.      Gate-control theory
Suatu rangsang yang masuk dalam tubuh manusia tidak semuanya disampaikan pada otak. Hal ini tergantung pada ada atau tidaknya adaya rangsangan lain yang masuk ke otak, atau adanya kontrol dari area otak yang lebih tinggi. Jadi rangsang sakit bisa ditolak masuk ke otak jika ada rangsang yang lebih kuat atau karena otak menolak untuk dimasuki. Menurut Ludwig (1971) rangsangan yang kuat itu biasanya adalah perasaan perasaan yang positif seperti senang dan tentram.
c.       Endorphin theory
Produksi endorphin dalam tubuh dapat distimulasi dengan berbagai aktivitas antara lain meditasi, pengaruh zat ini sama dengan morphin yang merupakan pembunug rasa sakit yang ampuh.
d.      Relaksasi
Benson (2000) mengungkapkan sebuah teori yang disebut Relaxation Response, yang tidak lain adalah kondisi rileks yang ditimbulkan sebagai respon dari latihan meditasi, respon relaksasi inilah yang menjadi dasar dari perubahan-perubahan fisiologis yang lain.