Prinsip-Prinsip dalam Cognitif Behavior Therapy



A.    Prinsip Cognitive Behavior Therapy
Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT berdasarkan kajian yang diungkapkan oleh Beck dalam Blenkiron (2010:9) :
a.       Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari permasalahan klien dan konseptualisasi kognitif klien. Formulasi terapi terus diperbaiki seiring dengan perkembangan evaluasi dari setiap sesi terapi. Pada momen yang strategis, terapis mengkoordinasikan penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif klien yang menyimpang dan meluruskannya sehingga dapat membantu klien dalam penyesuaian antara berfikir, merasa dan bertindak.
b.      Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara terapis dan klien terhadap permasalahan yang dihadapi klien. Melalui situasi terapi yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli, dan orisinilitas respon terhadap permasalahan klien akan membuat pemahaman yang sama terhadap permasalahan yang dihadapi klien. Kondisi tersebut akan menunjukan sebuah keberhasilan dari terapi.
c.       Cognitive-Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif. Menempatkan klien sebagai tim dalam terapi maka keputusan terapi merupakan keputusan yang disepakati dengan klien. Klien akan lebih aktif dalam mengikuti setiap sesi terapi, karena klien mengetahui apa yang harus dilakukan dari setiap sesi terapi.
d.      Cognitive-Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan. Setiap sesi terapi selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon klien terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata lain tetap berfokus pada permasalahan klien.
e.       Cognitive-Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini. Terapi dimulai dari menganalisis permasalahan klien pada saat ini dan di sini (here and now). Perhatian konseling beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika klien mengungkapkan sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua, ketika klien terjebak pada proses berfikir yang menyimpang dan keyakinan klien dimasa lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
f.       Cognitive-Behavior Therapy merupakan edukasi, bertujuan mengajarkan klien untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri, dan menekankan pada pencegahan. Sesi pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat dan permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konseling cognitive-behavior serta model kognitifnya karena CBT meyakini bahwa pikiran mempengaruhi emosi dan perilaku. Terapis membantu menetapkan tujuan klien, mengidentifikasi dan mengevaluasi proses berfikir serta keyakinan klein. Kemudian merencanakan rancangan pelatihan untuk perubahan tingkah lakunya.
g.      Cognitive-Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas. Pada kasus-kasus tertentu, terapi membutuhkan pertemuan antara 6 sampai 14 sesi. Agar proses terapi tidak membutuhkan waktu yang panjang, diharapkan secara kontinu terapis dapat membantu dan melatih klien untuk melakukan self-help.
h.      Sesi Cognitive-Behavior Therapy yang terstruktur. Struktur ini terdiri dari tiga bagian terapi. Bagian awal, menganalisis perasaan dan emosi klein, menganalisis kejadian yang terjadi dalam satu minggu kebelakang, kemudian menetapkan agenda untuk setiap sesi terapi. Bagian tengah, meninjau pelaksanaan tugas rumah (homework asigment), membahas permasalahan yang muncul dari setiap sesi yang telah berlangsung, serta merancang pekerjaan rumah baru yang akan dilakukan. Bagian akhir, melakukan umpan balik terhadap perkembangan dari setiap sesi terapi. Sesi terapi yang terstruktur ini membuat proses terapi lebih dipahami oleh klien dan meningkatkan kemungkinan mereka mampu melakukan self-help di akhir sesi konseling.
i.   Cognitive-Behavior Therapy mengajarkan klien untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka. Setiap hari klien memiliki kesempatan dalam pikiran-pikiran otomatisnya yang akan mempengaruhi suasana hati, emosi dan tingkah laku mereka. Terapis membantu klien dalam mengidentifikasi pikirannya serta menyesuaikan dengan kondisi realita serta perspektif adaptif yang mengarahkan konseli untuk merasa lebih baik secara emosional, tingkah laku dan mengurangi kondisi psikologis negatif. Konselor juga menciptakan pengalaman baru yang disebut dengan eksperimen perilaku. Klien dilatih untuk menciptakan pengalaman barunya dengan cara menguji pemikiran mereka (misalnya: jika saya melihat gambar laba-laba, maka akan saya merasa sangat cemas, namun saya pasti bisa menghilangkan perasaan cemas tersebut dan dapat melaluinya dengan baik). Dengan cara ini, terapis terlibat dalam eksperimen kolaboratif. Terapis dan klien bersama-sama menguji pemikiran klien untuk mengembangkan respon yang lebih bermanfaat dan akurat. 
j.   Cognitive-Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan, dan tingkah laku. Pertanyaan-pertanyaan yang berbentuk sokratik memudahkan terapis dalam melakukan terapi cognitive-behavior. Pertanyaan dalam bentuk sokratik merupakan inti atau kunci dari proses evaluasi terapi. Dalam proses terapi, CBT tidak mempermasalahkan terapis menggunakan teknik-teknik dalam terapi lain seperti teknik gestalt, psikodinamik, psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu proses terapi yang lebih singkat dan memudahkan terapis dalam membantu klien. Jenis teknik yang dipilih akan dipengaruhi oleh konseptualisasi terapis tehadap klien, masalah yang sedang ditangani, dan tujuan terapis dalam sesi terapi tersebut.